Tuhan telah menciptakan alam yang sudah menyediakan pepohonan dengan keindahan tersendiri. Namun manusia juga bisa menambahkan keindahan ketika pohon itu dipindah dalam pot sebagai bonsai.
Maka, bonsai yang bagus adalah yang memiliki keindahan alam dan sekaligus keindahan seni. Keindahan alami adalah keindahan transenden, kata Sigit Margono, dosen seni patung yang sering menjadi pengamat bonsai.
Keindahan alam sudah ada dengan sendirinya. Tinggal bagaimana manusia mempelajari dan menikmatinya. Keindahan dari alam adalah keindahan yang mengikuti bahannya sendiri. Namun ketika pohon itu dijadikan bonsai, maka dibutuhkan program, training, dan serangkaian perlakuan lain untuk mencapai keindahan seni. Dengan catatan, keindahan seni itu tetap tidak terlepas dari keindahan alam.
Karena bonsai adalah medium bagi seniman untuk menjadikan karya yang diinginkan. Bonsai ibarat kanvas bagi seniman lukis, atau sebongkah kayu bagi seniman patung. Bedanya, dan inilah keistimewaannya, bonsai harus tetap menjadi pohon hidup.
Soal keindahan itu memang relatif, namun menurut Wahjudi D. Soetomo, keindahan dapat dipelajari. Ada ilmunya. Standar keindahan bonsai memang tergantung katagori bonsai itu sendiri. Kalau bonsai konvensional, tentunya harus mengacu pada aturan atau pakem yang sudah ada.
Misalnya soal perbandingan besar batang, cabang dan ranting. Juga arah percabangan, posisi dimana cabang itu tumbuh. Serta juga bagaimana pula dengan kaki atau akarnya. Sedangkan bonsai kontemporer, cenderung bebas, tidak ada aturan baku yang harus dianut untuk dapat disebut indah. Satu-satunya aturan yang harus dianut adalah, bahwa bonsai itu harus tetap hidup.
Bonsai itu tergolong seni rupa tiga dimensi. Namun menurut Sunardi, penggemar bonsai Probolinggo, bonsai tidak bisa digolongkan seni rupa. “Bonsai yang tetap bonsai. Bahwa bonsai itu seni memang iya, yaitu Seni Bonsai,” ujar mantan Kepala Cabang Dinas Pendidikan yang rajin berburu bonsai itu.
Wahjudi yang merasa bertanggungjawab sebagai pihak yang mencetuskan wacana itu, menerangkan bahwa pada hakekatnya seni rupa itu adalah karya seni yang mengedepakan aspek rupa (visual).
Kalau diterapkan pada bonsai, maka ada elemen-elemen seni rupa yang dapat diterapkan. Yaitu, ada komposisi, keseimbangan, harmoni, proporsi, kedalaman, keserasian, pusat perhatian (center of interest) dan unity (kesatuan). Kesemuanya itu merupakan hal-hal mendasar dalam seni rupa. Juga pada bonsai.
Pameran nasional bonsai di Bali tahun lalu yang diselenggarakan dalam rangka ASPAC IX, menurut Wahjudi membuktikan bahwa keindahan seni pada bonsai mulai diakui. Pameran yang seluruh jurinya berasal dari luar negeri itu ternyata banyak memberikan penghargaan pada bonsai bergaya kontemporer.
Bagaimana menangkap keindahan pada sebuah bonsai?
Yang perlu diperhatikan adalah garis, yaitu imajinasi kita terhadap fakta visual. Garis dapat dibaca pada batang, cabang dan ranting.
Kedua, bentuk, yaitu kumpulan daun atau silhoutte tanaman secara keseluruhan. Daun itu sendiri sebagai bentuk mikro, sedangkan kumpulan daun adalah bentuk makronya. Ketiga, adalah nilai, yaitu aspek gelap terangnya cahaya. Keempat, tekstur, yaitu kualitas permukaan yang dapat diraba. Dan terakhir, yaitu warna, yaitu kualitas permukaan yang ditimbulkan oleh cahaya. Warna, bukan hanya pada daun, batang, namun juga pada potnya.
Salam Blogger, Bravo Bonsai Indonesia !
Maka, bonsai yang bagus adalah yang memiliki keindahan alam dan sekaligus keindahan seni. Keindahan alami adalah keindahan transenden, kata Sigit Margono, dosen seni patung yang sering menjadi pengamat bonsai.
Keindahan alam sudah ada dengan sendirinya. Tinggal bagaimana manusia mempelajari dan menikmatinya. Keindahan dari alam adalah keindahan yang mengikuti bahannya sendiri. Namun ketika pohon itu dijadikan bonsai, maka dibutuhkan program, training, dan serangkaian perlakuan lain untuk mencapai keindahan seni. Dengan catatan, keindahan seni itu tetap tidak terlepas dari keindahan alam.
Karena bonsai adalah medium bagi seniman untuk menjadikan karya yang diinginkan. Bonsai ibarat kanvas bagi seniman lukis, atau sebongkah kayu bagi seniman patung. Bedanya, dan inilah keistimewaannya, bonsai harus tetap menjadi pohon hidup.
Soal keindahan itu memang relatif, namun menurut Wahjudi D. Soetomo, keindahan dapat dipelajari. Ada ilmunya. Standar keindahan bonsai memang tergantung katagori bonsai itu sendiri. Kalau bonsai konvensional, tentunya harus mengacu pada aturan atau pakem yang sudah ada.
Misalnya soal perbandingan besar batang, cabang dan ranting. Juga arah percabangan, posisi dimana cabang itu tumbuh. Serta juga bagaimana pula dengan kaki atau akarnya. Sedangkan bonsai kontemporer, cenderung bebas, tidak ada aturan baku yang harus dianut untuk dapat disebut indah. Satu-satunya aturan yang harus dianut adalah, bahwa bonsai itu harus tetap hidup.
Bonsai itu tergolong seni rupa tiga dimensi. Namun menurut Sunardi, penggemar bonsai Probolinggo, bonsai tidak bisa digolongkan seni rupa. “Bonsai yang tetap bonsai. Bahwa bonsai itu seni memang iya, yaitu Seni Bonsai,” ujar mantan Kepala Cabang Dinas Pendidikan yang rajin berburu bonsai itu.
Wahjudi yang merasa bertanggungjawab sebagai pihak yang mencetuskan wacana itu, menerangkan bahwa pada hakekatnya seni rupa itu adalah karya seni yang mengedepakan aspek rupa (visual).
Kalau diterapkan pada bonsai, maka ada elemen-elemen seni rupa yang dapat diterapkan. Yaitu, ada komposisi, keseimbangan, harmoni, proporsi, kedalaman, keserasian, pusat perhatian (center of interest) dan unity (kesatuan). Kesemuanya itu merupakan hal-hal mendasar dalam seni rupa. Juga pada bonsai.
Pameran nasional bonsai di Bali tahun lalu yang diselenggarakan dalam rangka ASPAC IX, menurut Wahjudi membuktikan bahwa keindahan seni pada bonsai mulai diakui. Pameran yang seluruh jurinya berasal dari luar negeri itu ternyata banyak memberikan penghargaan pada bonsai bergaya kontemporer.
Bagaimana menangkap keindahan pada sebuah bonsai?
Yang perlu diperhatikan adalah garis, yaitu imajinasi kita terhadap fakta visual. Garis dapat dibaca pada batang, cabang dan ranting.
Kedua, bentuk, yaitu kumpulan daun atau silhoutte tanaman secara keseluruhan. Daun itu sendiri sebagai bentuk mikro, sedangkan kumpulan daun adalah bentuk makronya. Ketiga, adalah nilai, yaitu aspek gelap terangnya cahaya. Keempat, tekstur, yaitu kualitas permukaan yang dapat diraba. Dan terakhir, yaitu warna, yaitu kualitas permukaan yang ditimbulkan oleh cahaya. Warna, bukan hanya pada daun, batang, namun juga pada potnya.
Salam Blogger, Bravo Bonsai Indonesia !
(Majalah GREEN Hobby, No 11 – 2008)