Photobucket
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan

Rabu, 17 Juni 2009

GLOBAL TV


Kasus Global TV yang terungkap melalui surat mantan Mensesneg Muladi bernomor B-602/M.Setneg/9/199 bertanggal 13 September 1999 mempunyai arti khusus bagi umat. Beberapa tahun silam, 'TV Islam' pernah dirintis, bahkan telah mengantongi izin. Sayangnya, tak ada follow up yang baik. Peluang itupun hilang.
Barangkali kita masih ingat pemberitaan sejumlah harian nasional beberapa tahun lalu tentang keluarnya izin beberapa station televisi swasta. Di antaranya adalah Global Tv, yang diharapkan dapat menampilkan nuansa Islam.
Harapan akan kehadiran "TV Islam" pun kembali bersemi. Itu tak berlebihan, mengingat umat Islam di republik ini adalah mayoritas. Kita pun bergembira. Semoga Global TV menjadi penyeimbang atas tayangan-tayangan yang selama ini kurang mendidik.
Lagi-lagi kita menelan pil pahit. Harapan tinggallah harapan. Global TV versi Islam gagal tayang, karena persoalan klasik: dana. Lebih dari itu tak adanya trush (kepercayaan).
Mengapa investor tidak berminat? Bukan hanya pendanaan dalam negeri yang enggan, investor Timur Tengah pun urung menanamkan dananya. Urungnya investor luar untuk masuk Global TV selain tidak ada follow up serius, bisa jadi berkaitan dengan kepercayaan. Sulitnya membangun kepercayaan (trust building) berbanding lurus dengan susahnya mencari dana dari pihak-pihak yang berduit. Sayangnya dari dulu hari ini hingga sekarang tak pernah diperbaiki. Mengapa? Sebab orang-orang yang memainkan "kartu" adalah para petualang (avonturir) yang masih diragukan keberpihakannya pada kepentingan Islam dan kaum Muslimin. Susah mengharapkan tsiqah (kepercayaan) dari orang-orang yang reputasinya tentang keumatan dan keberpihakannya pada ISlam tak pernah teruji.
Umat ini mempertanyakan keseriusan dan tanggungjawab para tokoh yang dulu pernah mengantongi izin Global TV di bawah bendera The International Islamic Forum for science Technology and Human Resourses Development (IIFTIHAR), Global TV sejak awal dimaksudkan sebagai televisi dengan syiar Islam, selain pendidikan, teknologi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Jika kemudioan Global TV menayangkan program yang tidak sesuai dengan Visi Misi semula, maka para tokoh yang membidani televisi tersebut harus menjelaskannya pada umat. Meminjam ungkapan Muladi, mana tanggungjawab moralnya dan apa kendalanya sehingga dana untuk sebuah televisi yang bernuansa Islam yang sesungguhnya jadi dambaan kita semua tidak mengucur? Mengapa saat itu tidak ada transparasi kepada publik agar persoalan dana dapat diselesaikan oleh umat Islam?
Lantas sekarang di tengah gugatan terhadap isi siaran dan alih kepemilikan izin Global TV, pihak manajemen Global TV menyampaikan klarifikasi yang menegaskan bahwa tak ada pengalihan kepemilikan izin Global TV maupun perubahan isi siaran. Dalam kasus ini sebaiknya pihak manajemen tak usah menutup mata, bahwa di republik ini sudah dianggap lazim "jual beli" izin.
Di era Orde Baru, bukan rahasia lagi yang namanya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) diperjual belikan. Caranya, sang pembeli masuk ke perusahaan penerbitan pers tersebut lalu mengucurkan dana. Kepemilikan saham pun berubah.
Karena ada peraturan yang sangat ketat, tak mudah mengganti pemimpin umum, pemimpin perusahaan dan pemimpin redaksi, maka ketentuan ini pun diakali. Biasanya nama-nama masih dipajang, meski realitanya sudah tak aktif lagi. Nama-nama pengelola baru pun dicantumkan dengan sebutan misalnya "pemimpin pelaksana redaksi" (untuk pemred), "pemimpin harian perusahaan" (untuk pemimpin perusahaan) dan sejenisnya.
Dalam kasus Global TV, memsang betul, izin prinsipnya tak berubah, masih tetap PT Global Informasi Bermutu (GIB). Tapi, orang-orangnya berubah, kepemilikan sahamnya pun berganti. Meski namanya bukan "jual beli", tapi dengan berubahnya kepemilikan saham, apalagi istilah yang tepat untuk kasus ini?
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bimo Nugroho Sekundatmo menyebut kasus perpindahan kepemilikan saham PT Global Indonesia Bermutu atas Global TV sebagai penyiasatan hukum. Menurutnya transaksi ini harus diselidiki, apakah saat Bimantara membeli 70% saham GIB waktu itu ada nilai asetnya. Jika tak ada asetnya, berarti sama dengan jual beli izin.
"Ini penyiasatan hukum. Ini namanya membeli tali dapat kerbau, karena sebenarnya yang diincar kerbau. Tetapi karena kerbau tidak bisa dipindah-tangankan, maka yang dibeli tali. Dicari, bagaimana caranya agar kerbau bisa dibawa," kata Bimo sebagaimana dikutip Detik.com (1/3). Ia melanjutkan jika nilai aset terbesar adalah frekuensi sementara aset lain tak ada nilainya, maka UU Telekomunikasi harus ditegakkan. "Ini namanya telah terjadi penyelundupan hukum yang mengakibatkan pindah tangannya frekwensi," ujarnya.
Apapun ceritanya, "akal-akalan" ini harus diusut dan dipertanggungjawabkan ke hadapan publik. Apalagi melihat dampaknya, dimana dengan mudah harapan Global TV sebagai televisi Islam, pupus bahkan berganti menjadi siaran yang jauh dari nilai-nilai Islam. Lucunya Departemen Komunikasi dan Informasi (Kominfo) seperti berkelit. Usulan pencabutan terhadap izin Global TV- karena dinilai disalahgunakan_menurut Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi Depkominfo Gde Widyatnyana Merati, harus melalui putusan pengadilan. Padahal, tinggal diusut, jika benar tayangannya selama in menyalahi izin semula semestinya tinggal dicabut. Apa susahnya ?
Jika ada penyimpangan dalam pemberian izin frekuensi Global TV, menurut menurut Ade Armando dari KPI, maka frekuensi tersebut harus dikembalikan pada negara. Lalu negara menawarkan kembali kepada publik. Dalam hal ini berharap izin prinsip dan frekuensi Global TV dikembalikan kepada umat Islam. Karena sejatinya ia adalah milik dan aset umat yang pernah diusung melalui IIFTIHAR.
Kaum Muslimin harus menjadikan pelajaran pahit ini tidak terulang lagi. Kesungguhan dan tanggung jawab terhadap umat dalam menghadirkan TV Islam semestinya tidak dimainkan apalagi hanya untuk kepentingan sesaat.
"Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-banar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS Al-Ankabuut:69)

Dikutip dari Majalah Sabili edisi 18 23/3/06
Read more... GLOBAL TV

Jumat, 29 Mei 2009

MENCETAK GENERASI MUSLIM GAGAH DAN BERBOBOT

by: Didi Salahuddin *)

Insya Allah kalau dikaruniai seorang anak laki-laki, nantinya tentu akan kuajari ia pintar berbahasa Arab seperti pak Abdul Munir ataupun pak Hidayat Nurwahid, ia juga pintar bahasa Inggris dan tehnologi kaya pak Habbibie dan Pak Muhammad Olan Wirdiansyah. Juga kusuruh ia masuk klub sepak bola biar jadi bintang seperti Zinedine Zidane".
"Kalau aku sih ingin anak perempuan... dia pasti cantik dan pintar kaya bundanya hee..hee... Ia akan kuajari memasak dengan resep masakan yang lezat bergizi dan kudandani mengenakkan jilbab anggun seperti mbak Neno Warisman"
Percakapan di atas sering dijumpai pada setiap pasangan suami istri pengantin baru sebagai obsesi mereka untuk membentuk putra-putrinya menjadi generasi yang diharapkan dengan cara dan expresi yang variatif.
Mungkin juga kita pernah melihat seorang anak yang setiap pulang sekolah selalu menangis lantaran diejek ataupun disakiti temannya.
Bagi tenaga edukasi seperti guru tentu pernah menjumpai karakter seorang anak pendiam, tak pernah berani maju di depan kelas dan enggan berinteraksi dengan teman-temannya, padahal jika dilihat dari nilai raportnya ternyata cukup bagus bahkan bisa dibilang anak yang pandai.
Sungguh sangat kontra dengan keberanian sahabat cilik di masa sang guru sejati, seorang panglima agung dan politikus ulung Rasulullah Muhammad Saw. Begitu banyak kisak anak-anak di bawah umur yang memaksa baginda Nabi agar diizinkan untuk berperang bersama para pejuang muslim melawan orang-orang kafir.

Sejarah mencatat nama seperti Usamah bin Zaid yang ikut berperang sejak kecil, karena keahliannya ia diangkat oleh Rasulullah Saw menjadi Panglima perang pada usia remaja. Begitu pula dengan dua orang anak bernama Rafi dan Samurah yang berlomba-lomba berebut diizinkan ikut peperangan. Juga seperti budak kecil Umair yang karena keberanian dan keinginan yang kuat maka dimerdekakan oleh majikannya, bahkan diberi hadiah sebilah pedang yang menjadi senjata kesayangannya. Masih ada pula si Kecil Salamah yang sangat ahli memanah dan terkenal dapat berlari sangat cepat dan gagah berani.
Bagaimana dengan anak SMP, SMA seusia mereka sekarang ? Bisakah seperti mereka dengan ahlaq prima berani menantang mara bahaya bahkan sekalipun maut ? Tentu saja bukan tersugesti oleh keberanian karena terlebih dahulu dibumbui kemaksiatan menenggak miras dan narkoba sehingga nyali bertambah berani untuk trek-trekkan balapan motor di jalan raya yang sangat mennganggu pengguna jalan dan sebahagian berujung "mati konyol" karena kecelakan.
Yang lebih memprinhatinkan adalah survei Lembaga Komisi Perlindungan Anak (Komnas Anak)
yang menyatakan 97.4 % anak SLTP seluruh kota di Indonesia, pernah menonton film porno lebih dari satu kali, baik secara bersama maupun sendiri-sendiri. Bisa dibayangkan betapa sempitnya ruang untuk menjadikan mereka menjadi generasi yang gagah dan berbobot ditengah lingkungan yang "semakin gila", sangat berpotensi menjadikan mereka menjadi "generasi bingung". Nauzubillah minzalik...
Banyak hal yang menyebabkan anak menjadi penakut, namun yang paling menonjol adalah kurang "pede" alias kurang percaya diri.
Sadar atau tidak faktor ini disebabkan dengan metode orang tua dalam mencetak dan mendidik anak, karena sesungguhnya kullu mauluudin yuladun alal firah dan menjadikannya dia Yahudi dan Nasrani adalah orang tuanya.
Mencetak berarti dimulai dari mengawal proses kehamilan sampai lahir ke dunia dengan serius memperhatikan nutrisi ibu hamil dengan nutrisi yang halalan toyyiban. Memperdengarkan lantunan ayat suci Al-qur'an lebih dianjurkan daripada memperdengarkan musik "seruling setan" yang secara tidak sadar sering dilakukan.i Makanan yang tidak halal entah datang dari hasil korupsi, status pekerjaan dari hasil suap menyuap, mencuri ataupun sejenisnya merupakan sumber pembawa bencana baik bagi sang anak sendiri, maupun lingkungannya, terlebih lagi bagi orangtuanya sehingga harapan orang tua untuk menjadikannya anak yang saleh yang menjadi tujuan utama mereka dilahirkan, akan menjadi harapan hampa "mimpi di siang bolong". Akan sangat bagus membiasakan sang anak diberi makanan tambahan sesuai tuntunan Rasulullah Saw seperti Madu daripada diberikan susu yang dibeli dari hasil "tilang sepeda motor yang masuk kantung sendiri".
Salah satu cara penyebab yang menjadikan anak tidak percaya diri adalah kebiasan sering menakuti anak dengan cara yang tidak mendidik seperti ditakuti dengan hantu, polisi, tikus dan semacamnya tanpa berusaha untuk memperingati dan menjawabnya kuriositas (rasa ingin tahu;pen) mereka dengan cara santun dan masuk akal.
Artikel singkat ini tentu saja tidak membahas semua metode secara komprehensif, insya Allah akan dibahas dalam posting mendatang, tetapi yang perlu digarisbawahi dan dipertajam adalah menafsirkan hadist nabi riwayat Ath-Thahawi "ajarkan anak-anakmu renang, memanah dan menunggang kuda" Selamat mencoba...

*) pemerhati sosia, sekarang tinggal di Sape Bima NTB
(Dikutip dari beberapa sumber)
Read more... MENCETAK GENERASI MUSLIM GAGAH DAN BERBOBOT