Dalam kesempatan mengikuti Ma Chung Blog Competition dengan tema Indonesiaku bukan Indonesia-indonesiaan ini, saya posting artikel sederhana mengupas tentang Berpikir Optimal. Selamat menyimak :)
Kita harus mulai sadar dan memahami, betapa pentingnya terus belajar. Walaupun belajar itu bukan tujuan akhir, tetapi belajar itu mestinya kita gunakan sebagai penopang untuk berpikir.
Semua yang kita pelajari, hendaknya dipandang sebagai bahan dasar dan bahan pertolongan untuk membentuk pikiran-pikiran dan daya khayal pribadi.
Menurut para pakar, ternyata batok kepala kita merupakan tempat pembuatan dan pembakaran barang-barang tembikar seperti genteng, pot dan sebagainya.
Kita memperoleh tanah liat, bahan-bahan pewarna dan pelapis (Glazuur) tentunya dari belajar. Kemudian kegiatan berpikir kita lah yang harus membentuknya menjadi pot, vas kembang, genteng dan lain-lain.
Semua orang pasti melakukan itu. Barang siapa yang ingin sukses apalagi ingin jadi pemimpin, hendaknya melakukan itu tiap hari.
Salah satu faktor penyebab dan menjadi alasan penting, kenapa banyak orang tidak mampu lagi memegang amanah sebagai pemimpin yang diembannya, karena tidak mau lagi belajar.
Otomatis mereka tidak mampu lagi memenuhi tuntutan yang berkembang.
Kejadian setiap hari, adalah sunatullah (hukum alam) yang secara pasti membentuk pikiran tentang 'APA YANG HARUS DILAKUKAN HARI INI ?'
Kegiatan yang menggunakan daya pikir, tentu tidak serta merta meminta tanah liat, bahan pewarna dan pelapis bila mempelajari sesuatu. Pasti secara spontan menginginkan pot dan vas bunga dalam keadaan jadi dan beres.
Sebagai mana disebutkan, kepala kita menyimpan pot dan vas kembang itu dengan tujuan secara tepat dan cepat memiliki vas kembang yang pada saat-saat tertentu dapat dipergunakan.
Sama sekali bukan merupakan suatu berkah, manakala kita menumpuk pikiran-pikiran kita dalam kepala, kecuali menggunakannya untuk pertimbangan atas perbedaan.
Menumpuk pikiran, malah membikin kekacauan dan lebih sukar melakukan pilihan yang tepat. Karenanya memasukkan pemikiran baru, kemudian memisahkan mana yang berharga dan mana yang seharusnya dipelihara, harus selalu beriringan.
Tetapi dalam prakteknya tidak selalu seperti itu.
Seorang pakar Fisika ternama Lord Kelvin berpendapat, bahwa semua ilmu pengetahuan hendaknya didampingi oleh seni menimbang dan mengukur.
Kalau kita bisa melakukan apa yang dikatakan Lord Kelvin, maka dunia akan nampak indah dan lebih baik.
Daripada kita berdebat dan mencari pro dan kontra mengenai pemikiran, maka sebaiknya mulai sekarang kita biasakan berpikir dengan cara menimbang dan mengukur tentang ;
- mana yang tepat
- mana yang berguna
- mana yang berharga
Kebiasaan buruk kita sekarang, masih dalam tahap menggali suatu ide dan kemudian diolah dan dikemas dalam satu perdebatan sehingga menghasilkan perdebatan lainnya. P
Padahal, praktisnya adalah dimulai dengan mengajukan pertanyaan ;
- berapa beratnya?
- berapa panjangnya ?
- berapa lebarnya ?
Tanpa bermaksud untuk menafikkan Nasionalis dan patriotisme terhadap negeri tercinta, maka sebagai bangsa dan negara, Indonesia perlu bangkit dari keadaan yang rapuh dan terpuruk seperti sekarang ini.
Sangat perlu kearifan sosial, untuk segera berpikir optimal sehingga tema Indonesiaku bukan Indonesia-Indonesiaan membangunkan kita dari keterlenaan.
Meminjam istilah dari politisi PKS Muhammad Fahri Hamzah :
"Memimpin negara ini gak bisa main-main. Kita harus bangkit dari keterpurukan ini. Kalau tidak Indonesia ini gak bakalan maju-maju. Terdapat indikasi bahwa kita semakin mundur, lama-lama negara ini bisa bubar jalan. Heheee... Semoga kita tidak sepesimis Fahri :).
Bangkitlah Indonesiaku !