PENGOBATAN GEJALA
Pengobatan campak dilakukan dengan mengobati gejala yang timbul. Demam yang terjadi akan ditangani dengan obat penurun demam. Jika anak mengalami diare maka diberi obat untuk mengatasi diarenya. Batuk akan diatasi dengan mengobati batuknya. Dokter pun akan menyiapkan obat antikejang bila anak punya bakat kejang.
Intinya, segala gejala yang muncul harus diobati karena jika tidak, maka campak bisa berbahaya. Dampaknya bisa bermacam-macam, bahkan bisa terjadi komplikasi. Perlu diketahui, penyakit campak dikategorikan sebagai penyakit campak ringan dan yang berat. Disebut ringan, bila setelah 1-2 hari pengobatan, gejala-gejala yang timbul membaik. Disebut berat bila pengobatan yang diberikan sudah tak mempan karena mungkin sudah ada komplikasi.
Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke
jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak
adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak
(ensefalitis).Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung
penyakitnya.
Gejala ensefalitis yaitu kejang satu kali atau berulang, kesadaran anak
menurun, dan panasnya susah turun karena sudah terjadi infeksi “tumpangan” yang
sampai ke otak. Lain halnya, komplikasi radang paru-paru ditandai dengan batuk
berdahak, pilek, dan sesak napas. Jadi, kematian yang ditimbulkan biasanya
bukan karena penyakit campak itu sendiri, melainkan karena komplikasi. Umumnya
campak yang berat terjadi pada anak yang kurang gizi.
PENANGANAN YANG BENAR
* Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat
atau sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.
* Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan
penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum
mendapat imunisasi campak.
* Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan
daya tahan tubuhnya.
Harus dihindari makanan ringan
seperti snack sehebat apapun iklan dan mereknya, karena sesunnguhnya dengan
membiasakan anak mencerna snack tersebut kita memberi anak kita racun yang
mematikan. Makanannya sedapat mungkin dibuat sendiri seperti bubur dan harus
mudah dicerna, karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain, seperti
radang tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung
sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.
* Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.
* Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya.
* Anak perlu beristirahat yang cukup.
PENTINGNYA IMUNISASI CAMPAK
Semua penyakit yang disebabkan virus bersifat endemis. Artinya bisa muncul
kapan saja sepanjang tahun, tidak mengenal musim. Oleh karena itu, menurut
Rini, campak pada anak perlu dicegah dengan imunisasi. Apalagi campak banyak
menyerang anak usia balita. Seharusnya, vaksin campak tak memiliki efek
samping, tapi karena vaksin dibuat dari virus yang dilemahkan, maka bisa saja
satu dari sekian juta virusnya menimbulkan efek samping. Umpamanya, setelah
diimunisasi campak, anak jadi panas atau diare.
Sebenarnya bayi mendapatkan antibodi dari ibunya melalui plasenta saat hamil.
Sebenarnya bayi mendapatkan antibodi dari ibunya melalui plasenta saat hamil.
Namun, antibodi dari ibu pada tubuh bayi itu akan semakin menurun pada usia
kesembilan bulan. Lantaran itu, pemberian imunisasi campak dilakukan di usia
tersebut. Kemudian, karena tubuh bayi di bawah 9 bulan belum bisa membentuk
kekebalan tubuh dengan baik maka pemberian vaksinasi campak diulang di usia 15
bulan dengan imunisasi MMR (Measles, Mumps and Rubella). Dengan vaksinasi ini
diharapkan bilapun anak terkena campak, maka dampaknya tidak sampai berat atau
fatal karena tubuh sudah memiliki antibodinya.
Hanya saja, karena saat ini terdapat kecurigaan bahwa bahan pengawet pada vaksin MMR dapat memicu autisme, akhirnya pemberian imunisasi campak tidak diulang. Menurut Rini, kekhawatiran itu tidak perlu ada lagi jika anak sudah mencapai usia tiga tahun dan mengalami proses tumbuh kembang yang normal. “Sebaiknya anak divaksinasi saja. Boleh ditunda tapi jangan sampai ditiadakan. Sampai besar pun masih bisa divaksinasi. Lebih baik mencegah daripada mengobati.”
Hanya saja, karena saat ini terdapat kecurigaan bahwa bahan pengawet pada vaksin MMR dapat memicu autisme, akhirnya pemberian imunisasi campak tidak diulang. Menurut Rini, kekhawatiran itu tidak perlu ada lagi jika anak sudah mencapai usia tiga tahun dan mengalami proses tumbuh kembang yang normal. “Sebaiknya anak divaksinasi saja. Boleh ditunda tapi jangan sampai ditiadakan. Sampai besar pun masih bisa divaksinasi. Lebih baik mencegah daripada mengobati.”
BEDA DENGAN CAMPAK JERMAN
Campak Jerman atau rubela berbeda dari campak biasa. Pada anak, campak jerman jarang terjadi dan dampaknya tak sampai fatal. “Kalaupun ada biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5 sampai 14 tahun,” kata Rini.
Gejalanya hampir sama dengan campak biasa, seperti flu, batuk, pilek dan demam tinggi. Namun, bercak merah yang timbul tidak akan sampai terlalu parah dan cepat menghilang dalam waktu 3 hari. Nafsu makan penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa.
Yang perlu dikhawatirkan jika campak jerman ini menyerang wanita hamil karena bisa menular pada janin melalui plasenta (ari-ari). Akibatnya, anak yang dilahirkan akan mengalami sindrom rubela kongenital. Mata bayi akan mengalami katarak begitu lahir, ada ketulian, dan ada pengapuran di otak, sehingga anak bisa mengalami keterbelakangan perkembangan.
Jadi, setiap anak perempuan sebaiknya mendapat vaksinasi rubela untuk melindungi janinnya bila ia hamil kelak. Pada anak perempuan kekebalan ini nantinya akan diturunkan kepada bayinya hingga berusia 9 bulan. Rini pun memandang perlunya vaksinasi rubela pada pria, karena campak jerman yang mungkin menjangkitinya bisa menulari sang istri yang tengah hamil
Sumber : Muhammad Fakhrurrozie.